Fenomena “backdoor listing” dorong harga sejumlah saham
Beberapa saham pada Agustus ini mengalami kenaikan menyusul adanya fenomena backdoor listing atau akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan tertutup kepada perusahaan publik yang sahamnya tercatat di bursa.
Menurut pengamat Rendy Yefta kenaikan saham kerap terjadi karena adanya perubahan kepemilikan atau adanya strategi investasi jangka panjang seperti fenomena yang terjadi akhir-akhir ini.
“Adanya sinyal aksi korporasi atau restrukturisasi besar yang belum diumumkan ke publik juga bisa mendorong kenaikan harga saham,” ucap Rendy dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Saham emiten properti PT Diamond Citra Propertindo Tbk (DADA) sebagai contoh pada 28 Juli masih di jual Rp7 per lembar, namun per 1 Agustus naik menjadi Rp8 dan kenaikan tersebut terus berlanjut hingga per 21 Agustus sudah mencapai Rp19 per lembar.
Fakta menunjukkan di pasar negosiasi DADA, tercatat berpindah tangan dengan harga Rp45 per lembar. Volume transaksinya mencapai puluhan ribu lot.
Fenomena seperti ini pernah terjadi pada PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) setelah melakukan private placement atau menjual surat berharga secara langsung kepada investor pada 20 Agustus 2024, membuat harga saham naik dari Rp5.800 pada 26 Agustus menjadi Rp7.750 pada 30 Agustus, dan menjadi Rp18.900 per lembar pada 12 Desember 2024.
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman menyampaikan aksi backdoor listing merupakan bagian dari upaya perusahaan tercatat (emiten) untuk memperbesar kapasitas usaha mereka.
“Sekarang gini, kan ada opsi buat perusahaan untuk apakah dia mau lakukan Initial Public Offering (IPO) atau dia cari partnership dengan backdoor gitu. Terlepas ngelihatnya, jangan ngelihat negatif. Tapi itu bagian dari mereka memperbesar perusahaannya,” ujar Iman saat diwawancarai seusai Konferensi Pers HUT ke-48 Pasar Modal Indonesia di Main Hall BEI, Jakarta, Senin (18/8).
Iman mengatakan aksi backdoor listing merupakan kewenangan bagi perusahaan tercatat (emiten) untuk terus bertumbuh di pasar modal Indonesia.
Ia menegaskan sesuai dengan peraturan aksi korporasi yang dilakukan emiten hanya bisa dilaksanakan setelah satu tahun melaksanakan penerbitan saham perdana atau dikenal Initial Public Offering (IPO).
Sementara itu, Edukator Komunitas Saham @ber_investasi Michael Wijaya, mengungkapkan fenomena ini memang menjanjikan, tetapi investor tetap perlu bijak membaca peluang dan memastikan fundamental yang mendasarinya.